Aparat Densus 88, pekan lalu melakukan serangkaian penggerebekan di sejumlah tempat, terhadap komplotan perampok Bank CIMB Niaga Medan, yang sejak tiga pekan terakhir diburu. Penggerebekan diwarnai baku tembak, lantaran kawanan perampok juga berbekal senjata api. Warga sekitar mengaku tak tahu kedatangan polisi, kecuali mendengar suara tembakan berkali-kali.
3 dari 18 yang dibekuk tewas ditempat setelah diberondong senjata petugas. Jenasah mereka di bawa ke rumah sakit untuk di otopsi.
Tak lama setelah itu, Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri sendiri yang datang ke Medan dan memberi penjelasan soal penggerebekan ini. Menurut kapolri, mereka yang ditangkap berjumlah 18 orang, sebagian dari 33 anggota teroris yang diburu petugas Densus 88. Enam dari mereka, terlibat kasus perampokan CIMB Niaga Aksara Medan, termasuk tiga 3 pelaku yang tewas. Komplotan ini merampok, menurut kapolri, karena sedang mengumpulkan dana untuk membeli senjata.
Kapolri tampak sumringah dengan keberhasilan pasukannya ini. Menurutnya, komplotan ini bagian dari kelompok Aceh. 3 dari enam pelaku perampokan Bank CIMB Niaga Medan kemarin malam, tewas ditembak Densus 88.
Belakangan capaian densus di Medan ini menuai tudingan miring. Beredar kabar, dalam penangkapan ini tim Densus 88 tidak berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Meski tudingan ini langsung dibantah kapolri, tapi kabar dari mulut ke mulut itu terlanjur beredar di masyarakat dan dipercaya kebenarannya.
Masalah kedua, terkait laporan seorang anggota TNI Angkatan Udara yang bertugas di Bandara Polonia Medan kepada Danlanud Medan, yang copynya sudah beredar di beberapa media nasional. Dalam laporan tertanggal 16 September 2010 itu, sang petugas menyebutkan, dengan dalih melaksanakan tugas negara, 20 anggota Densus 88 menerobos masuk area pos Golf Bravo bandara, yang terlarang kecuali bagi mereka yang memiliki izin.
Meski kapolri sudah menyatakan, akan menjelaskan masalah ini ke TNI Angkatan Udara, namun tak urung soal miskoordinasi ini mengundang kritik beberapa kalangan.
Densus 88 dituding telah bertindak serampangan, menjurus arogan. Menurut Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, sepak terjang Densus 88 memang banyak menuai kritik, bertindak seperti agen eksekutor dengan target mematikan, bukan bertindak atas dasar cita-cita penegakan hukum. Tak sedikit yang mengeluhkan cara mereka bertindak, termasuk dari internal kepolisian sendiri. Situasi ini menurut Neta, tak boleh dibiarkan, karena bisa membahayakan keselamatan negara.
Ya, tindakan tim Densus 88 harus dikontrol. Selama ini mereka bisa bertindak semaunya karena terlalu dipuji penguasa, dianggap sebagai pahlawan penyelamat. Karena itu lembaga seperti Komnas HAM, DPR perlu memanggil pimpinan polri untuk mengontrol prilaku pasukan elit polri ini. Agar ke depan, tindakan mereka tetap mengacu pada cita-cita penegakan hukum, termasuk memberantas kelompok teroris di negeri ini
0 komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN MASUKAN KOMENTAR, SARAN DAN KRITIK ANDA. TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA.